Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI) mengeluarkan kebijakan baru Merdeka Belajar yang dicanangkan oleh Nadiem Anwar Makarim selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Kabinet Indonesia Maju. Esensi kemerdekaan berpikir menurut Mendikbud tersebut, harus didahului oleh para guru sebelum diajarkan pada siswa-siswi. Dalam kompetensi guru pada level apa pun, tanpa ada proses penerjemahan dari kompetensi dasar dan kurikulum yang ada, maka tidak akan pernah ada pembelajaran yang terjadi.
Pada era mendatang, pembelajaran yang awalnya dilakukan didalam kelas bisa dilakukan diluar kelas sehingga pembelajaran akan lebih nyaman, karena murid dapat berdiskusi lebih dengan guru, belajar dengan outing class, dan tidak hanya mendengarkan penjelasan guru, tetapi lebih membentuk karakter peserta didik yang berani, mandiri, cerdik dalam bergaul, beradab, sopan, berkompetensi, dan tidak hanya mengandalkan sistem ranking yang menurut beberapa survei hanya meresahkan anak dan orang tua saja.
Konsep merdeka belajar pada dasanya sudah sangat bagus, namun respon yang diberikan peserta didik terkhusus mahasiswa yang berasal dari Prodi Bimbingan dan Konseling masih bingung dalam menyikapi pergantian kurikulum tersebut. Apalagi banyak dari mereka yang belum bisa mengenali potensi yang ada pada diri masing-masing. Faktanya, setelah diumumkan adanya pergantian kurikulum baru yang memiliki konsep sedikit berbeda dengan kurikulum sebelumnya, banyak pertanyaan yang muncul seperti “Bu, ini kita disuruh ngapain ya, kok ada konsep bisa kuliah lintas prodi bahkan lintas kampus?”, “Bu, misal di luar prodi terus kita ambil mata kuliah apa? Kan jadi tambah bingung, di dalam prodi aja masih kadang kebingungan memahami materi, apalagi mata kuliah di luar prodi” dsb.
Fenomena di atas menandakan bahwa mahasiswa BK masih kurang memiliki kesadaran diri (self awareness) mengenai potensinya untuk menghadapi era merdeka belajar ini. Jika kesadaran diri ini tidak ditumbuhkan, maka dikhawatirkan problematik baru akan terjadi pada calon guru BK atau konselor yang nantinya akan mengurangi motivasi belajar mereka. Jika menuntut ilmu di bangku perkuliahan kurang maksimal, maka kemungkinan kompetensi konselor yang mereka miliki tidak akan maksimal juga. Oleh karena itu, perlu dilakukan penyuluhan mengenai pentingnya membangun kesadaran diri (self awareness) di era merdeka belajar.
Membangun kesadaran diri (self awareness) terhadap mahasiswa S1 BK dapat meningkatkan pemahaman dan keterampilan pada potensi masing-masing untuk menyongsong pelaksanaan kurikulum merdeka belajar. Hal ini juga dapat menumbuhkan motivasi belajar, self efficacy, self esteem, dan dapat meningkatkan kompetensi calon guru BK/ konselor serta semakin siap untuk mengabdi di lapangan. Selain itu, dengan dimilikinya kesadaran diri ini dinilai dapat mereduksi burnout dan prokrastinasi akademik dengan adanya moda pembelajaran daring yang digunakan saat ini.
Menindaklanjuti fenomena kurangnya kesadaran diri (self awareness) pada mahasiswa maka diadakannya kegiatan yang dikemas dalam acara seminar daring via google meet yang diikuti oleh mahasiswa yang tergabung dalam organisasi Ikatan Mahasiswa Bimbingan dan Konseling (IMABKIN) yang dilaksanakan tanggal 06 Februari 2021 pukul 09.00 s.d. 10.30 WIB. Kegiatan ini dihadiri oleh 53 mahasiswa S1 BK yang aktif dalam organisasi IMABKIN, yang berasal dari Universitas Nusantara PGRI Kediri, Universitas Negeri Malang, Universitas PGRI Adi Buana Surabaya, Universitas Sebelas Maret, Universitas Negeri Surabaya, Universitas PGRI Banyuwangi, Universitas Kanjuruhan Malang, IAIN Madura, IAIN Jember, IAIN Tulungagung, STKIP Bojonegoro.
Dalam acara seminar tersebut selain penyuluhan mengenai pentingnya dan tips meningkatkan self awareness, kegiatan juga membahas brainstorming antara peserta dan dosen pendamping mengenai kendala-kendala apa yang dialami mahasiswa BK di era merdeka belajar ini. Setelah penyampaian materi, peserta diminta mempraktikkan langkah-langkah praktis untuk meningkatkan self awareness lalu merefleksikan pada diri mereka masing-masing. Sedangkan pada sesi brainstorming, peserta berdiskusi dengan fasilitator mengenai kendala apa saja yang mereka alami ketika proses praktik dan refleksi tersebut dilakukan. Dari sinilah dapat diketahui bahwa self awareness mereka mulai dapat diperkuat dan ditingkatkan.
Kegiatan tersebut telah didokumentasikan dalam video (dapat dilihat pada pranala berikut: https://drive.google.com/file/d/1jtMHnS7kqX9Uz8cpGHNN3fmA1ghlEWio/view), sehingga mahasiswa yang pada saat itu belum bisa bergabung dapat mengaksesnya. Semoga dengan adanya kegiatan semacam ini dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa dan menjadi sebuah informasi dan semangat bagi pembaca. (Nora Yuniar Setyaputri & Nyuansis Nadiles)